Rabu, 11 Juni 2008

SEJARAH TERBANG LAYANG

I. Sejarah Perkembangan di Indonesia

Terbang layang adalah salah satu cabang olahraga dirgantara yang berupa kegiatan penerbangan glider yang ditarik oleh pesawat penarik.
Olahraga Aeromodelling merupakan olahraga Dirgantara yang tumbuh bersama-sama dengan dunia penerbangan baik sipil maupun militer. Di Indonesia pertama kali timbul di lingkungan TNI – AU melalui Kepanduan Pramuka Dirgantara. Kegiatan pembuatan pesawat model ini dimulai sejak tahun 1946 bersamaan dengan dirintisnya pembuatan pesawat terbang layang pertama di Yogyakarta dan berkembang ke kota – kota lainnya.
Untuk menampung peminat yang makin banyak, maka AURI (TNI AU) memberikan wadah “ BIRO AERO CLUB”. Dan untuk pertama kali diadakan perlombaan pada tanggal 27 Januari 1952 di Pangkalan Udara Cililitan ? Halim Perdanakusuma Jakarta yang diikuti oleh club-club aeromodelling di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Hal itu menumbuhkan animo masyarakat untuk mendirikan club – club di daerahnya masing – masing. Seperti Aviantara di Bandung, Jakarta Aero Club di Jakarta, Pemudara dan Yan Debrito di Yogyakarta, Surakarta Aero Club di Surakarta, dan Malang Aero Club di Malang.
Pada tahun 1962di Hotel Merdeka Solo, dilaksanakan Rapat Rencana Pembentukan Organisasi Aeromodelling, yang dipimpin oleh Letnan Suhartono selaku Kepala Kursus Aeromodelling dan Peroketan.
Dari rapat tersebut disepakati terbentuknya Organisasi Aeromodelling dengan nam Federasi Aeromodelling Seluruh Indonesia disingkat FASI. Kemudian FASI dijadikan organisasi induk untuk semua olahraga dirgantara di Indonesia.
Kegiatan olah raga terbang layang di Indonesia merupakan salah satu cabang olah raga yang kurang memasyarakat, hal ini dikarenakan dari segi pengadaanya sendiri terbang layang memerlukan banyak dana dan kurangnya fasilitas.

4
Faktor tersebut berkaitan dengan harga pesawat layang yang sangat mahal, untuk 1 unitnya saja antara 17.000-25.000 dollar AS. Mahalnya harga pesawat terbang layang membuat cabang olah raga ini kurang berkembang. Di Indonesia , populasi pesawat terbang layang hanya banyak ditemukan di Jawa. Dua puluh satu terdapat di Jakarta dan Jawa Barat, 11 lainnya tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta. Itupun milik klub dan TNI AU, bukan milik perorangan.
Terbang layang memerlukan sebuah pesawat tanpa mesin yang lebih dikenal dengan sebutan glider. Harga pesawat ini bervariasi. Oleh karena keterbatasan anggaran untuk pengadaan pesawat baru, orang-orang terbang layang Indonesia harus terus menerbangkan glider Schweizer yang cukup tua usianya. Kabarnya, tipe glider tak layak digunakan dalam pertandingan kelas internasional. Orang-orang terbang layang memang sulit mengadakan pesawat baru, yang harganya semakin melambung. Glider Scheiwizer harganya sekitar 10-15 juta dollar. Sementara PW-5, yang khusus untuk pertandingan itu, harganya sekitar 25.000 dollar AS atau Rp 250 jutaan.
Dalam hal ini, yang akan dinilai adalah bagaimana posisi pendaratan glider. Lebih detail: di mana berhentinya, bagaimana posisi roda mendarat, posisi hidung waktu berhenti, dan kondisi pesawat setelah mendarat. Pendaratan yang baik adalah apabila roda pendarat depan menyentuh tanah lebih dulu. Pesawat juga harus meluncur tetap di garis tengah lalu berhenti di garis akhir pada lokasi daerah pendaratan yang telah ditentukan.
Glider single seater dan dual seater punya kriteria pendaratan berbeda. Khusus single seater disiapkan landasan 64 x 16 m2 yang telah dibagi empat petak. Tiap petak bernilai 250. Ini artinya, jika ingin meraih nilai 1.000, atlet harus mendaratkan glider dengan benar di petak I lalu berhenti di petak IV. Lain dengan glider dual seater. Lokasi pendaratan lebih luas, 80 x 17 m2 dan dibagi atas lima petak. Tiap petak bernilai 200. Sistem perhitungan nilai sama dengan yang diterapkan pada glider single seater.
Selain dana dan fasilitas, terbang layang juga dihadapkan dengan masalah lain yaitu, masalah Kaderiasai. Sejak dulu sudah ada promosi – promosi tentang olah raga udara, salah satunya adalah terbang layang. Hal itu ditujukan agar olah raga ini dapat menjadi idola para pemuda. Dan diharapkan juga perkembangan terbanag layang tidak hanya di DKI, namun ke daerah-daerah lainnya.


5
Namun hasilnya tidak memuaskan, dikarenakan pemikiran mereka bahwa olah raga ini tergolong olah raga mahal. Sedangkan di Jakarta saja baru terdapat kurang dari 10 generasi. Jadi hal ini menjadi kendala pada olah raga dirgantara ini.
Pendidikan Terbang Layang angkatan XVIII yang berlangsung 24 Juli sampai 24 Agustus 2000 di Lanud Kalijati ditutup oleh KSAU Marsekal TNI Hanafie Asnan selaku Ketua Umum PB Federasi Aero Sport Indonesia (FASI). Dari 82 oarang yang dididik, 27 berasal dari pelajar, mahasiswa dan swasta, belajar sampai selesai. Sisanya terdiri pejabat/perwira tinggi dan menengah TNI AU mengikuti selama tiga hari.
Pendidikan terbang layang kali ini cukup istimewa, sebab diikuti sejumlah pejabat/Pati dan Pamen TNI AU. Diharapkan dampaknya bisa memberi daya tarik sendiri bagi para anggota TNI AU lainnya, dan masyarakat pada umumnya supaya mau bergabung berlatih terbang layang. Alangkah baiknya bila yang berlatih tak hanya perwira dan pejabat TNI AU dari Jakarta dan Jabar tapi juga daerah atau Fasida lain terutama luar Jawa. Supaya perwira TNI AU yang sudah mengikuti Diklat Terla bisa mengajak masyarakat di daerah masing-masing. Kegiatan menggalakkan terbang layang tidak hanya dipelopori anggota TNI AU, tapi juga masyarakat luas.
Wajar dan perlu jika terbang layang sebagai cabang olahraga dirgantara tertua di Indonesia, dikembalikan kejayaannya seperti 1960 - 1970-an atau ditingkatkan dan diperluas kegiatannya sampai ke beberapa daerah. Sebetulnya sejak didirikan Pusdiklat Terla di Kalijati 1987 dan dibukanya Diklat Terla I tahun 1988, sampai sekarang sudah banyak lulusannya. Banyak di antaranya dari pelajar, mahasiswa dan masyarakat namun kebanyakan hanya dari Jawa. Sayangnya setelah kembali ke daerahnya teristimewa yang di luar Jawa amat kurang bahkan ada yang tidak mendapat pembinaan.
Jauh-jauh membuang waktu, biaya, meninggalkan bangku kuliah dan pekerjaan untuk belajar terbang, namun sayang seperti mubazir saja, kalau kurang atau tidak ada pembinaan lebih lanjut di daerahnya. Apa yang didapat di Kalijati hanya jadi pengetahuan dan tinggal kenangan belaka. Sayang memang tapi kenyataan memang begitu. Tujuan Diklat Terla, mencetak kader dan meratakan terbang layang ke pelbagai daerah. Tapi akhir-akhir ini kebanyakan peserta diklat dari Jawa saja, Jabar dan Jakarta. Kebetulan dalam satu dasa warsa belakangan ini paling banyak Diklat Terla dibanding diklat cabang-cabang ordirga lain.


6
Kita menghadapi dilema yang rumit jika berbicara ingin terus melestarikan terbang layang. Di satu pihak harus meningkatkan kualitas dan penyebarluasan terbang layang, salah satu jalan yang ditempuh menyelenggarakan Diklat Terla, walaupun akhir-akhir ini dari dalam Jawa. Pihak lain, hanya di pulau Jawa yang ada kegiatan terbang layang, lantaran yang punya glider dan pesawat penarik hanya Fasida yang ada di Jawa. Setelah 1985-an Fasida luar Jawa tak ada yang melakukan kegiatan terbang layang berhubung tidak hanya peralatannya. Lucu juga, daerah disarankan mengirim orang untuk dididik di diklat tapi di daerahnya tidak ada kesempatan berlatih dengan cara misalnya mendatangkan glider dan pesawat penariknya dari pusat.
Dalam rangka mencetak bibit atlet baru olahraga dirgantara, tugas PB FASI antara lain menyelenggarakan diklat dan menyediakan fasilitas serta peralatan. Setelah lulus pembinaan selanjutnya di tangani Fasida-Fasida. Berarti peranan Fasida besar dalam membina klub-klub yang ada di wilayahnya, antara lain mengadakan kegiatan yang bisa menarik masyarakat agar bergabung dalam ordirga.
Tugas membina tak hanya mengkoordinir dan mengadakan latihan klub-klub yang sudah ada, tapi juga harus melakukan kegiatan yang memberi peluang timbulnya klub-klub baru. Yang tak kalah penting lagi, Fasida perlu bisa merangkul, melibatkan pejabat Pemda setempat, para sponsor dan masyarakat, untuk diajak bersama-sama menggalakkan ordirga, sebagai bagian menyebarluaskan minat dirgantara, memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat. Kini makin tampak peranan ordirga mendukung kegiatan pariwisata. Oleh sebab itu Fasida, Pemda dan masyarakat diharap mau menggalakkan ordirga, agar ordirga dan pariwisata bersama-sama maju dan bergairah.
Kemajuan yang cukup menggembirakan adalah perkembanagn microlight atau pesawat terbang ringan. Microlight sebenarnya terdiri dari tiga jenis yaitu, three-axis flight control bersayap tetap, flexed wing yang di dalamnya terdapat trike, dan yang terakhir adalah powered paragliding ( paralayang bermotor). Hal yang paling mudah adalah jenis trike, karena selain sangat mudah, sederhana, dan relatif murah. Benda ini dapat dilipat dan disimpan di garasi, serta dapat terbang dari lapangan sepak bola. Sementara microlight dan fixed wing atau ultralight sulit berkembang karena harganya yang sangat mahal dan lebih sulit cara penerbangannya dibanding trike.

SEJARAH PENCAK SILAT DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

A. SEJARAH PENCAK SILAT

Pencak silat merupakan ilmu bela diri warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia. Untuk mempertahankan kehidupannya, manusia selalu membela diri dari ancaman alam, binatang, maupun sesamanya yang dianggap mengancam integritasnya. Cara membela diri dari suatu daerah, berbeda dengan daerah lainnya. Untuk daerah pegunungan, pada umumnya, ditandai dengan sikap kuda-kuda yang kokoh dan gerak lengan yang lincah, sedangkan untuk daerah-daerah datar ditandai dengan sikap kuda-kuda yang ringan serta olah gerak kaki yang lincah. Perbedaan tersebuut disebabkan karena kondisi daerah dan bentuk ancamannya, termasuk jenis senjata yang digunakannya. Jurus-jurus yang digunakan untuk membela diri banyak diilhami dari dari olah gerak binatang-binatang, seperti macan, monyet, ular, dan bangau dan lain-lainnya.


B. PERKEMBANGAN PENCAK SILAT

Berbicara tentang “Perkembangan”, maka kita harus meletakkan dan melihat adanya saling hubungan antara sederet kejadian-kejadian sejarah, yang mana deratan tersebut dijajar menurut skala waktu. Kejadian sejarah tidak hanya terjadi pada seorang dan satu tempat saja, akan tetapi selalu terjadi akibat adanya saling hubungan manusia dengan sesamanya, yang kemudian dapat diperluas antara daerah bahkan antarnegara. Karena ketiga faktor sejarah tersebut yaitu faktor manusia, faktor tempat, dan faktor waktu, harus ada secara keseluruhan, dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Kebudayaan Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus terus dipelihara, dibina, dan dikembangkan guna memprkuat penghayatan dan pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebanggan nasional, memperkokoh jiwa persatuan dan kesatuian bangsa serta mampu menjadi penggerak bagi terwujudnya cita-cita bangsa di masa depan. (TAP. MPR, 1987:109)
Pencak silat, merupakan salah satu jenis bela diri yang sudah cukup tua umurnya. Tetapi saat ini belum kita dapatkan secara pasti kapan dan oleh siapa pencak silat itu diciptakan. Oleh karena itu biasannya perkembangan sejarah pencak silat, selalu dihubungkan dengan perkembangan sejarah manusia. Bagaimana sejarah perkembangan pencak silat di Indonesia, sejak dulu zaman penjajahan hingga setelah merdeka dan melaksanakan pembangunan disegala bidang.

1. Zaman Prasejarah
Pada zaman prasejarah di Indonesia, telah diciptakan cara membela diri sesuai dengan situasi dan kondisi sekitarnya
. Orang yang hidup di dekat hutan-hutn mempunyai cara membela diri yang khas untuk menghadapi binatang yang buas yang ada di hutan. Bahkan mereka juga menciptakan bela diri dengan meniru gerakan binatang tersebut, misalnya meniru hewan harimau, ular, burung.
Orang-orang yang hidup di pegunungan biasa berdiri, bergerak, berjalan dengan langkah kedudukan kaki yang kuat untuk menjaga agar tidak mudah jatuh selama bergerak di tanah yang tidak rata. Biasanya mnciptakan bela diri yang mempunyai cirri khas kuda-kuda yang kokoh tidak hanya bergerak. Sedangkan gerakan tangan lebih lincah, banyak ragamnya dan ampuh daya gunanya.
Penduduk yang hidup di daerah berawa, tanah datar, padang rumput biasa berjalan bergegas, lari. Sehingga gerakan kakinya menjadi lincah. Mereka menciptakan bela diri yang lebih banyak memanfaatkan kaki sebagai alat bela diri. Akhirnya setiap daerah mempunyai bela diri yang khas dan berbeda dengan daerah lainnya., sehingga timbullah aliran bela diri beraneka ragam. Pertemuan antara penduduk daerah yang satu dengan yang lainnya menyababkan terjadinya tukar mrnukar ilmu bela diri, sehingga dapat meningkatkan mutu bela diri di setiap daerah.

2. Perkembangan Pencak Silat pada Zaman Penjajahan
Pada zaman penjajahan pencak silat dipelajari dan dipergunakan baik oleh punggawa kerajaan, kesultanan, maupun para pehuang, pahlawan yang berusaha melawan penjajah. Di kalangan para pejuang, pencak silat diajarkan secara rahasia, sembunyi-sembunyi, karena kalau diketahui oleh penjajah akan dilarang. Kaum penjajah khawatir bila kemahiran pencak silat tersebut akhirnya digunakan untuk melawan mereka. Kekhawatiran mereka memang beralasan, karena hamper semua pahlawan bangsa seperti Tjik di Tiro, Imam bonjol, Fatahillah, Diponegoro, dan lain-lain adalah pendekar silat.
Perguruan-perguruan pencak silat tumbuh tanpa diketahhui para penjajah, bahkan sebagian menjadi semacam perkumpulan rahasia. Pencak silat dipelajari pula oleh kaum gerakan politik termasuk beberapa organisasi kepanduan nasional. Secara diam-diam prguruan-perguruan tersebut pencak silat berhasil memupuk kekuatan kelompok-kelompok yang siap melawan penjajah sewaktu-waktu. Kaum pergerakan yang ditangkap oleh penjajah dan dibuang, secara diam-diam pula, menyebarkan ilmu pencak silat tersebut di tempat pembuangan. Pasukan Pembela Tanah Air yang telah dikenal dengan nama PETA, juga mempelajari pencak silat dengan tekun.
Politik Jepang terhadap bangsa yang diduduki berlainan dengan politik Belanda. Pencak silat sebagai ilmu bela diri nasional, didorong dan dikembangkan untuk kepentingan Jepang sendiri, dengan mengobarkan pertahanan bersama menghadapi sekutu. Dimana-mana, karena anjuran Shimitzu diadakan pemusatan tenaga aliran pencak silat di seluruh Jawa, serentak didirikan gerakan pencak silat yang diatur oleh pemerintah di Jakarta, pada waktu itu tidak diciptakan oleh para Pembina pencak silat suatuolahraga berdasarkan pencak silat yang diusulkan untuk dipakai sebagai gerakan olahraga pada setiap pagi di sekolah-sekolah.
Akan tetapi usul itu ditolak oleh Shimitzu, karena khawatir akan mendesak Tahayo Jepang. Sekalipun Jepang memberikan kesempatan kepada kita untuk menghidupkan unsure-unsur warisan kebesaran kita, tujuannya adalah untuk mempergunakan semangat yang diduga akan berkobar lagi untuk kepentingan Jepang, bukan untuk kepentingan nasional kita. Namun haruslah kita akui bahwa keuntungan yang kita dapatkan dari zaman itu, kita mulai insyaf lagi akan keharusan berusaha mengembalikan ilmu pencak silat dari masyarakat.
Walaupun di masa penjajahan Belanda, pencak silat tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tetapi masih banyak para pemuda yang mempelajari dan mendalami melalui guru-guru dan pendekar pencak silat, atau secara turun-temurun di lingkungan keluarga. Jiwa dan semangat kebangkitan nasional, semenjak Budi Utomo didirikan mencari unsur-unsur warisan budaya yang dapat dikembangkan sebagai identitas nasional, para pelajar pada tahun duapuluhan atau bsebelumnya mendalami pencak silat, ternyata di masa kemerdekaan telah terbentuklah wadah nasional pencak silat Indonesia, pada tahun 1948.

3. Perkembangan Pencak Silat pada Zaman Kemerdekaan
Kemahiran ilmu bela diri pencak silat yang dipupuk terus-menerus oleh bangsa Indonesia, akhirnya digunakan untuk melawan penjajah secara gerilya ada zaman perang kemerdekaan. Perguruan-perguruan pencak silat pada waktu perang, sibuk sekali mendidik, menggembleng tentara dan rakyat. Pesantren-pesantren disamping mengajarkan agama, juga meningkatkan pendidkan bela diri pencak silat. Perang fisik di Surabaya melawan Sekutu, pada bulan November tahun 1945, banyak menampilkan pejuang yang gagah berani.; Hasil didikan pencak silat dari pondok Tebu Ireng Gontor dan Jamsaren.
Pondok pesantren dan perguruan-perguruan pencak silat tersebut bukan hanya mengajarkan bela diri pencak silat saja melainkan juga mengisi jiwa ara calon pejuang dengan semangat juang patriotisme yang berkobar-kobar. Semangat juang demikianlah yang membuat mereka tak mempunyai rasa takut sedikiypun dalam melawan penjajah tentara sekutu yang mempunyai persenjataan yang lebih lengkap dan canggih, sehingga akhirnya bangsa Indonesia dapat berhasil memenangkan perang kemerdekaan secara gemilang.
Setelah Proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, Belanda melancarkan dua kali agresi untuk menguasai kembali Indonesia. Pencak silat kembali dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan kemahiran putra-putri Indonesia guna menghadapi perang terhadap Belanda. Para pemimpin bangsa Indonesia, dan para pendekar silat waktu itu, menyadari bahwa pengajaran pencak silat berhasil memupuk semangat juang dan menggalang persaudaraan yang erat.
Pada awal kemerdekaan kita, Belanda berhasil memecah belah bangsa Indonesia dalam kelompok-kelompok kesukuan dengan dibentuknya Negara-negara bagian. Bahkan kemudian terjadi pemberontakan politik PKI di Madiun, dan Darul Islam atau DI/TII. Kemahiran pencak silat bangsa Indonesia, digunakan kembali untuk menumpas pemberontakan. Bahkan untuk menumpas DI/TII, digunakan cara pagar betis, yaitu pengepungan pemberontak oleh tentara bersama dengan rakyat yang telah diajarkan kemahiran bela diri pencak silat.

4. Sejarah Perkembangan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
Menjelang Pekan Olahraga Nasional yang pertama di Solo, para pendekar pencak silat berkumpul untuk membentuk organisasi pencak silat. Pada tanggal 18 Mei 1948, dibentuklah organisasi Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSSI), yang kemudian menjadi Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Persatuan para pendekar dalam organisasi IPSI tersebut dimaksudkan untuk menggalang kembali semangat juang bangsa Indonesia, yang sangat diperlukan dalam pembangunan. Yang lebih penting, pencak silat dengan rasa persaudaraannya dapat memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang pada saat itu sedang terpecah belah.
IPSI berdiri pada tahun 1973 dengan dipimpin oleh Mr. Wongsonegoro, Mariyun Sudirohadiprodjo, dan Rachmad Surenogoro. Banyak regenerasi yang dilakukan oleh IPSI dan seminar yang salah satunya dilaksanakan di Tugu Bogor pad tahun 1973.
Program olahraga bela diri pencak silat dtingkatkan dengan dilaksanakan program pertandingan olahraga pencak silat, dan dimasukkan dalam acara Pekan Olahrag Nasional (PON). Dengan seringnya kegiatan pertandingan olahraga pencak silat dtingkat-tingkat daerah maupun nasional, tersusun kembali kekuatan-kekuatan pencak silat yang selanjutnya membutuhkan program pembinaan yang terarah. Usaha-usaha pemerintah untuk menangani pencak silat akan lebih mendorong masyarakat untuk ikut melestarikan penak silat. Pada beberapa tahun terakhir pencak silat memasuki kawasan internasional, baik dari perkembangan pencak silat di negara-negara Eropa dan Amerika, maupun hubungan silaturahmi dengan bangsa serumpun di kawasan Asia Tenggara.
Pada tahun 1980 terbentuklah Persekutuan Pencak Silat antar Bangsa (PERSILAT) yang didukung oleh Negara-negara Asean, ialah Indonesia, Malaysia, Singapura. Tanggal 1 Januari 1983 diadakan pertemuan di Singapura.
Pada bulan Juli 1985, PERSILAT memutuskan dan menetapkan peraturan-peraturan di bidang olahraga pencak silat meliputi :
1. Peraturan pertandinagn olahraga pencak silat.
2. Peraturan penyelenggaraan pertandingan olahraga pencak silat.
3. Pedoman teknik dan taktik pertandingan olahraga pencak silat.
4. Pedoman pelaksanaan tugas wasit dan juri olahraga pencak silat.
5. Pedoman kesehatan pertandingan olahraga pencak silat.
6. Ketentuan tentang peralatan dan kelengkapan pertandingan olahraga pencak silat, (PERSILAT, 1985).

Senin, 09 Juni 2008

Museum Olimpiade, Sejarah Peradaban Olahraga

SEBENARNYA bangunan itu terlalu kecil untuk disebut sebuah museum. Ukurannya hanya sekitar 6 kali 10 meter dan terletak di pojok kompleks atlet Olimpiade Athena 2004.

Dari sebuah laci, Gallmann menunjukkan sepotong tulang hewan yang keropos dan tampak sangat tua. "Apa ini, coba tebak?" Pertanyaan yang sama ia lontarkan kepada beberapa pengunjung lainnya.

Dikarenakan tidak kunjung mendapat jawaban, Gallmann menjawab sendiri. "Ini adalah bagian alas sepatu es. Jadi, sebelum logam banyak dipakai, tulang hewan yang diasah cembung merupakan pisau di bagian bawah sepatu atlet untuk meluncur di atas es."

Kemudian Gallmann menunjukkan keterangan untuk potongan tulang itu. Ternyata tulang itu umurnya sudah ratusan tahun. Penelusuran sejarah oleh Museum Olimpiade mendapati fakta bahwa manusia telah meluncur di atas es dengan bantuan tulang hewan sejak abad kedua sebelum Masehi. Bahkan, tulang masih dipakai sampai abad ke-14.

"Setelah pengolahan logam ditemukan, tulang dilupakan manusia sebagai alat luncur es," kata Gallmann.

KARENA hanya cabang dari Museum Olimpiade pusat, museum Olimpiade di Athena hanya membawa gambar dari ratusan koleksi yang ada di Swiss. Dari ratusan gambar koleksi itu, yang menonjol adalah banyaknya sepatu atlet.

"Semua sepatu ini adalah sumbangan para atlet sendiri. Sepatu yang ini adalah sumbangan atlet putri Rusia, Irina Privalova, yang di Olimpiade Sydney tahun 2000 meraih emas di nomor 400 meter," kata Gallmann sambil memamerkan sebuah sepatu yang tampak sangat tipis dengan paku-paku yang sangat canggih.

Dalam pengamatan Kompas, walau sekadar sepatu, koleksi Museum Olimpiade membuka mata kita pada catatan sejarah olahraga dengan banyak data. Terlihat jelas bahwa di masa lalu sepatu umumnya terbuat dari kulit hewan. Sepatu-sepatu lama terlihat tebal dan berat.

Maka, dengan membandingkan sepatu sumbangan atlet Rusia tadi terlihat jelas bahwa teknologi membuat manusia mampu menciptakan bahan yang makin ringan dan makin kuat dari masa ke masa. Dengan logika itu, mungkin kita berpikir bahwa catatan rekor di masa kini jelas amat terbantu teknologi. Upaya manusia mengatasi tantangan olahraga di masa kini tinggal semata mengatasi tantangan dalam diri sendiri. Zaman dulu, dengan sepatu kulit yang keras dan berat, seorang atlet jelas punya tantangan tambahan alat lain yang dikenakannya.

Demikian pula yang terjadi pada balap sepeda. Sepeda di Olimpiade masa lalu tidak jauh berbeda dengan sepeda yang kita lihat di desa-desa Indonesia saat ini. Sepeda olahraga di masa lalu terbuat dari besi, berat dan tidak langsing. Bandingkan dengan sepeda olahraga masa kini yang bahkan bisa diangkat dengan satu jari.

MUSEUM Olimpiade di Athena tidak cuma mengangkat isu olahraga internasional. Untuk negara tuan rumah Yunani, Museum Olimpiade ini pun punya bahan pameran yang menarik.

Di seluruh dinding museum Olimpiade Athena terpajang 25 buah foto karya fotografer Yunani, Marina Shacola. Wanita kelahiran tahun 1963 ini adalah atlet atletik Yunani yang kemudian memilih profesi sebagai fotografer. Dan, karena mantan atlet, Shacola mengkhususkan diri untuk memotret olahraga.

Pendekatan Shacola pada foto-fotonya sangat indah dan unik. Karena ia kenal sebagian besar atlet yang dipotretnya, foto-fotonya seakan berjiwa. Berbagai pose atlet yang dipotretnya serasa mewakili upaya sang atlet akan prestasi terbaik.

Karya-karya Shacola sudah dibukukan dalam sebuah buku berjudul Athlos dalam bahasa Yunani, yang kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah Upaya.

"Saya terobsesi pada olahraga sepanjang waktu. Dalam olahraga kita melihat rantai kehidupan manusia secara utuh. Ada upaya, ada semangat, ada keberhasilan, dan ada pula kekecewaan atas kegagalan," demikian kata Shacola yang dipajang di dinding museum.

Kesan kita setelah keluar dari museum itu adalah: ternyata segala sesuatu kalau disusun dengan cerdas dan tekun akan memberikan pengetahuan yang berguna bagi orang lain.

(Arbain Rambey, dari Athena)

Sejarah Bola Basket

Basket dianggap sebagai olahraga unik karena diciptakan secara tidak sengaja oleh seorang pastor. Pada tahun 1891, Dr. James Naismith, seorang pastor asal Kanada yang mengajar di sebuah fakultas untuk para mahasiswa profesional di YMCA (sebuah wadah pemuda umat Kristen) di Springfield, Massachusetts, harus membuat suatu permainan di ruang tertutup untuk mengisi waktu para siswa pada masa liburan musim dingin di New England.Terinspirasi dari permainan yang pernah ia mainkan saat kecil di Ontario,Naismith menciptakan permainan yang sekarang dikenal sebagai bola basket pada 15 Desember 1891.

Menurut cerita, setelah menolak beberapa gagasan karena dianggap terlalu keras dan kurang cocok untuk dimainkan di gelanggang-gelanggang tertutup, dia lalu menulis beberapa peraturan dasar, menempelkan sebuah keranjang di dinding ruang gelanggang olahraga, dan meminta para siswanya untuk mulai memainkan permainan ciptaannya itu.

Pertandingan resmi bola basket yang pertama, diselenggarakan pada tanggal 20 Januari 1892 di tempat kerja Dr. James Naismith. "Basket ball" (sebutan bagi olahraga ini dalam bahasa Inggris), adalah sebutan yang digagas oleh salah seorang muridnya. Olahraga ini pun menjadi segera terkenal di seantero Amerika Serikat. Penggemar fanatiknya ditempatkan di seluruh cabang YMCA di Amerika Serikat. Pertandingan demi pertandingan pun segera dilaksanakan di kota-kota di seluruh negara bagian Amerika Serikat.

Pada awalnya,setiap tim berjumlah sembilan orang dan tidak ada dribble,sehingga bola hanya dapat berpindah melalui pass (lemparan). Sejarah peraturan permainan basket diawali dari 13 aturan dasar yang ditulis sendiri oleh James Naismith. Aturan dasar tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Bola dapat dilemparkan ke segala arah dengan menggunakan salah satu atau kedua tangan.
  2. Bola dapat dipukul ke segala arah dengan menggunakan salah satu atau kedua tangan, tetapi tidak boleh dipukul menggunakan kepalan tangan (meninju).
  3. Pemain tidak diperbolehkan berlari sambil memegang bola. Pemain harus melemparkan bola tersebut dari titik tempat menerima bola, tetapi diperbolehkan apabila pemain tersebut berlari pada kecepatan biasa.
  4. Bola harus dipegang di dalam atau diantara telapak tangan. Lengan atau anggota tubuh lainnya tidak diperbolehkan memegang bola.
  5. Pemain tidak diperbolehkan menyeruduk, menahan, mendorong, memukul, atau menjegal pemain lawan dengan cara bagaimanapun. Pelanggaran pertama terhadap peraturan ini akan dihitung sebagai kesalahan, pelanggaran kedua akan diberi sanksi berupa pendiskualifikasian pemain pelanggar hingga keranjang timnya dimasuki oleh bola lawan, dan apabila pelanggaran tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencederai lawan, maka pemain pelanggar akan dikenai hukuman tidak boleh ikut bermain sepanjang pertandingan. Pada masa ini, pergantian pemain tidak diperbolehkan.
  6. Sebuah kesalahan dibuat pemain apabila memukul bola dengan kepalan tangan (meninju), melakukan pelanggaran terhadap aturan 3 dan 4, serta melanggar hal-hal yang disebutkan pada aturan 5.
  7. Apabila salah satu pihak melakukan tiga kesalahan berturut-turut, maka kesalahan itu akan dihitung sebagai gol untuk lawannya (berturut-turut berarti tanpa adanya pelanggaran balik oleh lawan).
  8. Gol terjadi apabila bola yang dilemparkan atau dipukul dari lapangan masuk ke dalam keranjang, dalam hal ini pemain yang menjaga keranjang tidak menyentuh atau mengganggu gol tersebut. Apabila bola terhenti di pinggir keranjang atau pemain lawan menggerakkan keranjang, maka hal tersebut tidak akan dihitung sebagai sebuah gol.
  9. Apabila bola keluar lapangan pertandingan, bola akan dilemparkan kembali ke dalam dan dimainkan oleh pemain pertama yang menyentuhnya. Apabila terjadi perbedaan pendapat tentang kepemilikan bola, maka wasitlah yang akan melemparkannya ke dalam lapangan. Pelempar bola diberi waktu 5 detik untuk melemparkan bola dalam genggamannya. Apabila ia memegang lebih lama dari waktu tersebut, maka kepemilikan bola akan berpindah. Apabila salah satu pihak melakukan hal yang dapat menunda pertandingan, maka wasit dapat memberi mereka sebuah peringatan pelanggaran.
  10. Wasit berhak untuk memperhatikan permainan para pemain dan mencatat jumlah pelanggaran dan memberi tahu wasit pembantu apabila terjadi pelanggaran berturut-turut. Wasit memiliki hak penuh untuk mendiskualifikasi pemain yang melakukan pelanggaran sesuai dengan yang tercantum dalam aturan 5.
  11. Wasit pembantu memperhatikan bola dan mengambil keputusan apabila bola dianggap telah keluar lapangan, pergantian kepemilikan bola, serta menghitung waktu. Wasit pembantu berhak menentukan sah tidaknya suatu gol dan menghitung jumlah gol yang terjadi.
  12. Waktu pertandingan adalah 4 quarter masing-masing 10 menit
  13. Pihak yang berhasil memasukkan gol terbanyak akan dinyatakan sebagai pemenang.


Pada Agustus 1936, saat menghadiri Olimpiade Berlin 1936, ia dinamakan sebagai Presiden Kehormatan Federasi Bola Basket Internasional. Terlahir sebagai warga Kanada, ia menjadi warga negara Amerika Serikat pada 4 Mei 1925.

Naismith meninggal dunia 28 November 1939, kurang dari enam bulan setelah menikah untuk kedua kalinya.

Choaching Basketball

Dalam bola basket, seorang coach atau pelatih memegang peran yang penting, bahkan sangat menentukan dan sungguh-sungguh terlibat dalam permainannya. Keterlibatannya tersebut tidak mungkin atau tidak diharapkan hanya seperti dalam kebanyakan olahraga lainnya.

Coach bertanggung jawab untuk melakukan seleksi, persiapan, penyebaran, dan koordinasai dari setiap individu pemain untuk membentuk unit tim yang tangguh. Sistem coaching di Amerika dan Eropa sudah sedemikian berkembangnya dan malah sudah menjadi suatu jabatan tetap. Sudah banyak ditemukan pelatih-pelatih yang yang sangat professional di bidangnya. Hasilnya mereka banyak mencetak para pemain yang memiliki keterampilan teknis tinggi dan taktik permainan yang sudah mencapai tingkat sedemikian, sehingga ditirukan oleh berbagai cabang olahraga lainnya.

Para coach atau pelatih diharuskan mampu menduga dan menyiapakan bahan-bahan yang akan dilatihkan pada anak didik, bagaimana cara melatih, dan siapa yang akan dilatih. Ketiga hal ini merupakan topik yang saling berhubungan erat satu sama lain.